Skip to main content

Menikah tanpa pacaran dulu dan menikah dengan melalui proses pacaran dulu. Harmonis mana?

Hai!

Jadi bbrp waktu lalu saya nda sengaja ngelihat salah satu jurnal psikologi yang ngebahas judul diatas. Otomatis sebagai seorang yg masih dalam proses pencarian itu (itu apa'an?). Saya jadi tertarik dan tak sempetin buat ngebaca di perpus kampus karena jurnal ngga boleh dibawa pulang. Setengah jam lamanya saya termanggut-manggut membaca jurnal tersebut. Seolah salah satu pertanyaan abadi saya terjawab lagi.

Pertanyaan tentang, "haruskah gw pacaran dulu kalau mau nikah?". Nah jurnal penelitian tersebut ngejelasin ke saya bahwa menurut teori. Kepuasan pernikahan itu bergantung pada kualitas beragama seseorang atau pasangan tersebut. Entah dia muslim atau bukan. Jadi gampanganya seorang yang alim dalam ilmu agama secara realistis, kehidupan pernikahan mereka akan memuaskan. Dan sebaliknya.

Nah didalam penelitian itu juga dijelaskan tentang makna pacaran di berbagai kalangan. Ada yang menganggap itu adlh hubungan penjajagan sebelum nikah, ada yang bilang itu adalah tindakan yang menjerumus ke kepuasan seksual seorang, ada yang bilang kalau pacaran juga tindakan yang melanggar norma agama.

Banyak yang menganggap bahwa pacaran adalah hubungan pra nikah yang berfungsi sebagai media pengenalan pasangan mengenai karakter, hobi, kesukaan, kebiasaan dan sebagainya. Diharapkan dengan proses tersebut, yang pasti tidak sebentar. Kelak ketika memutuskan menikah maka kemungkinan perpisahan karena ketidakcocokan bisa dihindari.

Nah, faktanya pacaran tak pernah berpengaruh kuat menjadi penyebab kepuasan pernikahan seseorang. Namun uniknya seperti yang di bahas diparagraf diatas itu adalah kepuasan pernikahan selaras atau sebanding dengan kualitas kehidupan beragama masing-masing pasangan.

Selaras juga dengan hadits nabi yang ini.

“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.”

Dari situlah mungkin bisa disimpulkan jawaban dari judul artikel diatas. Ya, bukan tentang pacaran atau tidak pacarannya. Namun lebih ke tentang kualitas beragama seseorang yang menentukan tingkat kepuasan dalam kehidupan pernikahan seseorang kelak.

Comments

Popular posts from this blog

Berbuat Baik, Sebaik Mungkin

Opini kali ini, judulnya tentang berbuat baik; sebaik mungkin. Tadi malem, saya ngaji di salah satu majlis. Kata ustadznya, ada maqalah yang bilang kek gini. " Kalau kamu muliakan orang alim, sejatinya kamu sedang memuliakan dirimu sendiri".  Kemarin, saya juga ngelakuin suatu hal yang udah maksimal tapi cuma dapet apresiasi minimal dari atasan. Seringkali dalam kehidupan hal tersebut terjadi. Kita ngebelain ngelembur, kerjain mati-matian, serius melakukan yang terbaik, tapi dapet apresiasi yang minim dari orang lain. Manusiawi sih. Sangatlah wajar kalau kita udah ngelakuin suatu pekerjaan dengan maksimal dan kita juga ngarep apresiasi yang setimpal dari orang lain. Ngarep itu kan udah jadi rutinitas keseharian buat kita, kenapa? Karna kita niatnya dari awal keliru.  Saya kadang ngrengeng-ngrengeng atau membayangkan beberapa hal yang saya lakukan dulu. Dulu waktu kerja di pabrik, saya sebagai anak yang baru lulus, shock betul waktu itu. Dapet kerjaan yang modalnya

Ustadz Hanan Attaki "Walisongo Zaman Now"

Oleh : Arsa Pagi ini saya sedikit terinspirasi dan termotivasi oleh beberapa video yang digarap oleh Ustadz Hanan Attaki dengan gerakan "shift" bentukannya. Secara pribadi jujur saya menyukai apa yang dilakukan oleh Ustad dan kolegannya. Bak seorang juru taktik sepakbola, beliau sangat visioner dan paham cara merebut atau mengajak hati kawula muda untuk berhijrah. Kemasan dakwah dengan tema-tema sosial kekinian serta memanfaatkan banyak teknologi zaman sekarang membuat kajian yang dipimpinya beda dengan yang lainnya. *Ustadz Hanan Attaki Ustad Hanan Attaki ini seperti penjelmaan dari walisongo jaman dulu . Dahulu Sunan Kalijogo dan Sunan Bonang memanfaatkan media gamelan dan wayang untuk berdakwah, mengajak serta membumi islamkan nusantara. Dakwah yang terbukti moncer ini berhasil membuat nama mereka dikenang hingga sekarang dan bahkan makam-makamnya masih saja memberikan keberkahan kepada warga sekitar karena sering dikunjungi oleh penziarah dari luar daerah. 

Sebuah Pengalaman

Taukah kalian bahwa untuk menciptakan sebuah lukisan yang sempurna, enak dilihat dan sesuai harapan kalian. Maka yang harus kalian miliki adalah puluhan ataupun ratusan alat dan bahan. Kalian membutuhkan banyak sekali jenis warna yang sesuai dengan apa yang kalian harapkan, kuas dengan berbagai ukuran untuk membuat detil-detil yang meyakinkan, canvas yang masih putih untuk menuangkan berjuta ide kalian dan sedikit passion untuk melukis. Begitupun hidup. Tabula rasa. Sebuah teori mengenai bagaimana manusia berkembang sebagai seorang individu. Seorang psikolog bernama john locke mengatakan bahwa manusia lahir ke bumi tanpa membawa pengalaman mental apapun. Mereka selayaknya kertas kosong. Sejalan dengan pendapat dikalangan umat muslim bahwa bayi lahir dengan fitrahnya yang suci. Pengalaman lingkungan serta didikan orang tua lah yang membentuknya menjadi seorang individu. Dan itulah jawaban mengapa manusia begitu beragam. Kembali ke lukisan. Analogi lukisan tersebut serupa dengan kehidupa