Skip to main content

Catatan Kopdar Ngaji Ihya di Semarang


Malam itu cuaca di Semarang agak mendung, bintang tak nampak bersama bulan, entah karena tertutup awan atau keduanya sedang bertengkar malam itu. Kami yang sedari pagi hari sudah berniat untuk datang ikut "tabarukan" ngaji ihya ini segera bergegas ke kantor PWNU Jawa Tengah, tempat dimana acara ini dihelat.

Sesampainya disana, kami berjumpa dengan wajah-wajah purnarupa yang datang bebarengan dengan teman dan pasangan mereka masing-masing. Akhi-akhi bertampang sederhana namun bisa dipastikan isi kepalanya penuh dengan khazanah ilmu pesantren yang berjilid-jilid. Wajah mereka menunjukan kesiapan untuk menuntut ilmu atau sekedar mencari teman baru. Sedang kami, khas dengan membawa diri kami yang apa adanya ini.

Kami masuk melalui sebuah pintu depan setelah sebelumnya melepaskan sendal yang harus dilepas sebelum masuk ke kantor ini. Tentu saja dengan sedikit perasaan was-was apabila nanti sewaktu pulang ada kejadian "sandal yang tertukar". Namun kami tak terlalu memperdulikannya, kami kemudian melangkah menaiki tangga menuju ke lantai 3, semasa di perjalanan menaiki tangga kami di izinkan melihat puluhan mangkuk soto siap saji yang kami duga akan disajikan setelah ngaji selesai.

Akhirnya perjalanan kami usai, kami sampai di lantai tiga, di sebuah ruang terbatas yang mampu menampung sekitar 100 orang lebih. Kami mencari posisi duduk paling strategis setelah sebelumnya kami diberi jajanan berupa kacang, telo dan pisang godog lengkap dengan air minumnya.

Kami duduk dan kemudian bersiap mendengarkan materi atau kajian yang akan di sampaikan oleh Kyai Ulil Abshar dan Kyai Ubaid.

Sehabis mengamankan posisi duduk terbaik, kami pun mulai menyimak dengan seksama apa yang disampaikan oleh kedua pembicara tersebut. Dimulai dari kyai ulil yang menjelaskan isi kitab ihya halaman 908, yang pada hari itu masih menjelaskan mengenai penyakit hati yakni was-was.

Aku sempat menyatat beberapa pokok penting yang disampaikan beliau yang setidaknya bisa aku tangkap yaitu: 

- Tidak boleh seorang yang beriman merasa aman atau yakin bahwa dirinya tak akan diganggu setan. 

- Pengetahuan yang datang dari Allah pasti mendatangkan ketenangan sedang pengetahuan yang datang dari selain Allah pasti mendatangkan rasa was-was. 

- Ciri khas ajaran tasawuf sebenarnya hampir mirip dg filsafat kritis ( obyek kritiknya keluar) sedang tasawuf juga berupa kritik namun obyeknya ke dalam (muhasabah). 

- Setan itu biasanya masuk kedalam jiwa manusia ketika seseorang dalam kondisi lengah. 

- Setan itu biasanya menggoda manusia bukan dg cara yg wajar (secara langsung) semisal melakukan kejahatan, namun dengan cara membuat sesuatu yg jahat terlihat baik. 

- Pintu-pintu masuknya setan yakni syahwat, rasa marah, iri, keinginan memiliki apa yg ada pada orang lain, keserakahan dll. 

- Dunia medsos hari ini sebenarnya tempat melepaskan nafsu menguasai orang lain. 

- Orang yg didalam hatinya ada rasa iman mampu membuat kurus setan. (sabda nabi SAW) - Selama seseorang masih hidup pintu-pintu setan pasti masih terbuka.

Pembahasan pun semakin menarik, setiap kata-kata dari kitab ini menyadarkanku sedikit demi sedikit. Memunculkan pemahaman baru sekaligus rasa malu akan segala kelemahanku.

Kyai Ulil pun mengakhiri materinya dan memberikan mikrofon kepada Kyai Ubaid untuk mengomentari kitab ihya ini selaku ketua PCNU Jawa Tengah.


Akhirnya tiba giliran Kyai Ubaid untuk memberikan komentar mengenai Kitab Ihya ini. Kyai Ubaid adalah seorang Rais Syuriyah di PCNU Jawa Tengah, beliau juga pengasuh ponpes Al Itqon di Semarang. Beliau berpenampilan sederhana. Benar- benar menampakan ketawadhuan seorang yang berilmu tinggi. Beberapa hal yang bisa saya dapatkan melalui lisan beliau yakni. 

- Dalam dunia pesantren ngaji ihya ini tataran terakhir. 

- Kitab Ihya ini hasil dari mukasyafah. 

- Kitab Ihya yang merupakan hasil mukasyafah berhasil diungkapkan dengan bahasa yang bisa dipahami. 

- jika kamu melihat orang pintar ketika menemui perbedaan maka saling menghasut maka dipastikan dia hamba dunia (Imam Ghazali). 

- ngaji itu untuk mengenal kekurangan diri.

Ada salah satu perkataan Kyai Ulil kepada Kyai Ubaid yang sangat menarik waktu itu yakni menurut Kyai Ulil, Kyai Ubaid ini sedikit dari banyak ulama NU yang mau serius mengkaji tentang Ibnu Arabi. Bahkan karya Ibnu Arabi menurut Kyai Ulil, diperpustakaan pribadi Kyai Ubaid cukup lengkap.

Selain itu Kyai Ubaid atau Kyai Ulil saya sedikit lupa sedikit mengingatkan satu hal mengenai pernyataan kontroversial Imam Ghazali. Yakni menurut Imam Ghazali " dunia yang ada saat ini sudah diciptakan dengan sebaik-baiknya". Dunia yang ada kekacauan di dalamnya ini, sudah merupakan diciptakan dengan kondisi yang sangat baik. Bagi saya pernyataan ini sangat indah untuk direnungkan, selaras dengan pernyataan rumi waktu itu. Rumi pernah berkata " Jika hidupmu jungkir balik tak karuan jangan khawatir. Bagaimana bisa kamu meyakini bahwa hal yang terjadi pada dirimu saat ini bisa menjadi lebih baik andai hak tersebut tak terjadi?". Setelah beberapa pertanyaan, kopdar malam itu ditutup oleh doa dari kedua Kyai yang bertindak sebagai pembicara malam itu. Malam itu setrlah kopdar, langit-langit dunia lebih indah sesaat dari sebelumnya. Langit lebih terasa dekat dan intim dengan kami saat itu. 
Selesai.

Comments

Popular posts from this blog

Berbuat Baik, Sebaik Mungkin

Opini kali ini, judulnya tentang berbuat baik; sebaik mungkin. Tadi malem, saya ngaji di salah satu majlis. Kata ustadznya, ada maqalah yang bilang kek gini. " Kalau kamu muliakan orang alim, sejatinya kamu sedang memuliakan dirimu sendiri".  Kemarin, saya juga ngelakuin suatu hal yang udah maksimal tapi cuma dapet apresiasi minimal dari atasan. Seringkali dalam kehidupan hal tersebut terjadi. Kita ngebelain ngelembur, kerjain mati-matian, serius melakukan yang terbaik, tapi dapet apresiasi yang minim dari orang lain. Manusiawi sih. Sangatlah wajar kalau kita udah ngelakuin suatu pekerjaan dengan maksimal dan kita juga ngarep apresiasi yang setimpal dari orang lain. Ngarep itu kan udah jadi rutinitas keseharian buat kita, kenapa? Karna kita niatnya dari awal keliru.  Saya kadang ngrengeng-ngrengeng atau membayangkan beberapa hal yang saya lakukan dulu. Dulu waktu kerja di pabrik, saya sebagai anak yang baru lulus, shock betul waktu itu. Dapet kerjaan yang modalnya

Ustadz Hanan Attaki "Walisongo Zaman Now"

Oleh : Arsa Pagi ini saya sedikit terinspirasi dan termotivasi oleh beberapa video yang digarap oleh Ustadz Hanan Attaki dengan gerakan "shift" bentukannya. Secara pribadi jujur saya menyukai apa yang dilakukan oleh Ustad dan kolegannya. Bak seorang juru taktik sepakbola, beliau sangat visioner dan paham cara merebut atau mengajak hati kawula muda untuk berhijrah. Kemasan dakwah dengan tema-tema sosial kekinian serta memanfaatkan banyak teknologi zaman sekarang membuat kajian yang dipimpinya beda dengan yang lainnya. *Ustadz Hanan Attaki Ustad Hanan Attaki ini seperti penjelmaan dari walisongo jaman dulu . Dahulu Sunan Kalijogo dan Sunan Bonang memanfaatkan media gamelan dan wayang untuk berdakwah, mengajak serta membumi islamkan nusantara. Dakwah yang terbukti moncer ini berhasil membuat nama mereka dikenang hingga sekarang dan bahkan makam-makamnya masih saja memberikan keberkahan kepada warga sekitar karena sering dikunjungi oleh penziarah dari luar daerah. 

Sebuah Pengalaman

Taukah kalian bahwa untuk menciptakan sebuah lukisan yang sempurna, enak dilihat dan sesuai harapan kalian. Maka yang harus kalian miliki adalah puluhan ataupun ratusan alat dan bahan. Kalian membutuhkan banyak sekali jenis warna yang sesuai dengan apa yang kalian harapkan, kuas dengan berbagai ukuran untuk membuat detil-detil yang meyakinkan, canvas yang masih putih untuk menuangkan berjuta ide kalian dan sedikit passion untuk melukis. Begitupun hidup. Tabula rasa. Sebuah teori mengenai bagaimana manusia berkembang sebagai seorang individu. Seorang psikolog bernama john locke mengatakan bahwa manusia lahir ke bumi tanpa membawa pengalaman mental apapun. Mereka selayaknya kertas kosong. Sejalan dengan pendapat dikalangan umat muslim bahwa bayi lahir dengan fitrahnya yang suci. Pengalaman lingkungan serta didikan orang tua lah yang membentuknya menjadi seorang individu. Dan itulah jawaban mengapa manusia begitu beragam. Kembali ke lukisan. Analogi lukisan tersebut serupa dengan kehidupa