Skip to main content

Wasilah rebana dan diba'an

Assalamuallaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Oy...
Salam sejahtera bagi kita semua (hahaha)
Salam diatas adalah salam formalitas yang wajib diucapkan di negeri Indonesia. Bahkan "assalamuallaikum" kalah wajib dibanding salam tersebut. Tapi bukan itu yang akan dibahas di artikel atau refleksi ini. Kali ini kita akan ngebahas budaya rebana dan diba'an atau muludan yang akrab sekali dikehidupan kaum nahdliyin. Seperti yang kita ketahui sudah 71 tahun lebih kaum nahdliyin mengawal dan menjadi katalis atau sampel dari islam di Indonesia, meski beberapa tahun terakhir posisinya sedikit bergeser dengan adanya kabilah kabilah luar yang mulai mengenalkan islam mereka ke bumi nusantara. Dan ternyata penduduk negeri kita ini tanpa disadari sudah lebih tertarik ke paham para pedagang tersebut.
Ahh sepertinnya obrolan nasi kucing kali ini bisa jadi lebih berat kalau kita terus menerus membahas mereka. Sejatinnya dari nasi kucing kita benar benar belajar tentang apa itu Indonesia, ya.. Nasi kucing itu melambangkan kesejahteraan perut yang sejatinya cukup dengan beberapa bungkus nasi kucing saja, tidak dengan tambahan steak atau kopi brazil dan semacamnya. Ya seperti itulah islam di Indonesia, tidak dengan ditambahi apapun. Karena dengan itu, islam akan semakin mudah berkembang dan semakin menarik untuk dipelajari.
Seperti rebana dan muludan yang semakin menjadi ciri khas pembelajaran islam di Indonesia. Bahwa orang indonesia itu, suka memukul rebana, suka berkumpul, suka memuji muji Rasullullah , suka bersedekah jajanan apapun, suka bersalam salaman dan suka bergembira dalam kondisi apapun. Tabuhan rebana tersebut seakan melalaikan mereka dari derita yang menjadi nafas keseharian mereka. Tanpa disadari mereka lalai dari apapun yang menyedihkan hati mereka. Mereka hanya bergembira, islam hanya mengajarkan kedamaian dan kedamaian tersebut tersalur melalui alunan alunan tabuhan rebana, melalui nada nada dan sholawat sholawat yang mengisi telinga telinga. Seakan telinga tersebut menemukan jodohnya. Dengan berbagai macam lantunan sholawat secara tak sadar menyihir hati mereka menjadi lebih adem dan damai.
Budaya rebana dan diba'an hanya secuil dari indahnya Islam yang oleh Allah titipkan ke bumi nusantara. Yang mungkin Allah ingin mengajarkan ke bumi bumi lain bahwa rebana dan diba'an saja, sudah bisa menghibur kegersangan diri, tentu rebana dan diba'an yang mengantar kepada singgasana "mengingatNya".
Sekian
Semoga bermanfaat 
Wassalamuallaikum

Comments

  1. Rebana juga akrab di kalangan jomblowan jomblowati.dimana rebana membuat jiwa memiliki ketenangan tersendiri..bahkan dg rebana ada semacam terangnya hakekat sebuah kerinduan dengan "Kekasih"

    ReplyDelete
  2. Rebana juga akrab di kalangan jomblowan jomblowati.dimana rebana membuat jiwa memiliki ketenangan tersendiri..bahkan dg rebana ada semacam terangnya hakekat sebuah kerinduan dengan "Kekasih"

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Berbuat Baik, Sebaik Mungkin

Opini kali ini, judulnya tentang berbuat baik; sebaik mungkin. Tadi malem, saya ngaji di salah satu majlis. Kata ustadznya, ada maqalah yang bilang kek gini. " Kalau kamu muliakan orang alim, sejatinya kamu sedang memuliakan dirimu sendiri".  Kemarin, saya juga ngelakuin suatu hal yang udah maksimal tapi cuma dapet apresiasi minimal dari atasan. Seringkali dalam kehidupan hal tersebut terjadi. Kita ngebelain ngelembur, kerjain mati-matian, serius melakukan yang terbaik, tapi dapet apresiasi yang minim dari orang lain. Manusiawi sih. Sangatlah wajar kalau kita udah ngelakuin suatu pekerjaan dengan maksimal dan kita juga ngarep apresiasi yang setimpal dari orang lain. Ngarep itu kan udah jadi rutinitas keseharian buat kita, kenapa? Karna kita niatnya dari awal keliru.  Saya kadang ngrengeng-ngrengeng atau membayangkan beberapa hal yang saya lakukan dulu. Dulu waktu kerja di pabrik, saya sebagai anak yang baru lulus, shock betul waktu itu. Dapet kerjaan yang modalnya

Ustadz Hanan Attaki "Walisongo Zaman Now"

Oleh : Arsa Pagi ini saya sedikit terinspirasi dan termotivasi oleh beberapa video yang digarap oleh Ustadz Hanan Attaki dengan gerakan "shift" bentukannya. Secara pribadi jujur saya menyukai apa yang dilakukan oleh Ustad dan kolegannya. Bak seorang juru taktik sepakbola, beliau sangat visioner dan paham cara merebut atau mengajak hati kawula muda untuk berhijrah. Kemasan dakwah dengan tema-tema sosial kekinian serta memanfaatkan banyak teknologi zaman sekarang membuat kajian yang dipimpinya beda dengan yang lainnya. *Ustadz Hanan Attaki Ustad Hanan Attaki ini seperti penjelmaan dari walisongo jaman dulu . Dahulu Sunan Kalijogo dan Sunan Bonang memanfaatkan media gamelan dan wayang untuk berdakwah, mengajak serta membumi islamkan nusantara. Dakwah yang terbukti moncer ini berhasil membuat nama mereka dikenang hingga sekarang dan bahkan makam-makamnya masih saja memberikan keberkahan kepada warga sekitar karena sering dikunjungi oleh penziarah dari luar daerah. 

Sebuah Pengalaman

Taukah kalian bahwa untuk menciptakan sebuah lukisan yang sempurna, enak dilihat dan sesuai harapan kalian. Maka yang harus kalian miliki adalah puluhan ataupun ratusan alat dan bahan. Kalian membutuhkan banyak sekali jenis warna yang sesuai dengan apa yang kalian harapkan, kuas dengan berbagai ukuran untuk membuat detil-detil yang meyakinkan, canvas yang masih putih untuk menuangkan berjuta ide kalian dan sedikit passion untuk melukis. Begitupun hidup. Tabula rasa. Sebuah teori mengenai bagaimana manusia berkembang sebagai seorang individu. Seorang psikolog bernama john locke mengatakan bahwa manusia lahir ke bumi tanpa membawa pengalaman mental apapun. Mereka selayaknya kertas kosong. Sejalan dengan pendapat dikalangan umat muslim bahwa bayi lahir dengan fitrahnya yang suci. Pengalaman lingkungan serta didikan orang tua lah yang membentuknya menjadi seorang individu. Dan itulah jawaban mengapa manusia begitu beragam. Kembali ke lukisan. Analogi lukisan tersebut serupa dengan kehidupa