Skip to main content

Hijrah, unicorn dalam dunia Islam


Ayo siapa yang mau jadi lebih baik, berhijrahlah!

Jika ada pertanyaan, unicorn yang islami apa ya? HIJRAH. Dalam beberapa tahun terakhir diksi hijrah sangat popular di dunia keislaman Indonesia. Hijrah menjadi sebuah tagline sakti yang mampu menyedot jutaan massa untuk tertarik dengan dunia islam. Ada yang pesakitan meski tak dinampakan dan ada juga yang malu-malu kucing untuk jujur mengakui diksi ini sebagai alat atau media promosi branding terbaik mereka.

Hijrah dalam PUEBI bermakna :
n. Perubahan (sikap, tingkah laku, dan sebagainya) kearah yang lebih baik.”

Hijrah, mau tak mau adalah salah satu dari kumpulan diksi indah yang memberi dampak luar biasa bagi banyak orang. Hijrah layaknya sebuah jarum yang selama ini dicari dalam sekam “dunia
keislaman Indonesia”. Bayangkan saja atau renungkan, seberapa sering anda mendengar diksi ini digunakan dalam banyak even-even Islami? Mungkin sudah tak terhitung jumlahnya.

Adakah yang nyinyir? Ada. Umumnya mereka tak sepenuhnya menyukai penggunaan kata hijrah dalam berbagai kegiatan islam, setiap ada kajian islam mereka selalu nyinyir, apalagi yang bertema hijrah. Mereka menganggap bahwasanya yang mengadakan kajian hijrah itu “hanya” memperhatikan aspek lahir saja tanpa memperhatikan aspek batin.

Tak sedikit orang-orang yang sudah mengkonfirmasi dirinya hijrah namun lebih sering marah-marah di dunia persosmedan, terlihat garang dan seringkali menyalahkan. Meski tidak semua. Walhasil kata hijrah jadi turun kelas menjadi kata yang identic dengan kajian-kajian yang mengarah ke radikalisme atau setidaknya fanatisme terhadap golongan tertentu. Atau setidaknya menjadi stereotip dari kajian yang juntrungnya adalah kawin muda, produk syari dan gerakan politik terselubung.

Sebaliknya, ada juga yang merasa terjembatani dengan adanya kajian dengan tagline hijrah ini. Mereka yang selama ini tak tersentuh oleh dakwah-dakwah tradisional yang sedikit njelimet dan berbau klenik merasa sangat terbantu. Ketika ngaji tak melulu dengan kyai yang terkadang pembawaanya membosankan, kebanyakan sudah sepuh, ngaji hingga larut malam dan terlalu banyak ritual sebelum ngaji. Ngaji yang sudah tidak kompatibel dengan kondisi hidup di era serba cepat ini.

Umumnya kajian hijrah ini memberikan keleluasaan dalam berpenampilan dan menampilkan ke-islaman mereka. Umumnya yang ikut kajian hijrah adalah mereka anak muda yang merasa memiliki masa lalu yang kelam, penuh dosa dan merasa hina. Tangan-tangan lembut panitia kajian hijrah seolah  menerima mereka. Memahami bahwasanya setiap manusia berhak berubah menjadi lebih baik dengan cara yang sederhana. Dating ke kajian “hijrah”, laksanakan perintahNya dan jauhi laranganNya. Hijrah menjadi bermakna luas sekali dan dianggap sebagai panggilan hidup, pemicu untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Hijrah bisa diibaratkan seperti jembatan yang dibangun untuk menghubungkan 2 pulau, pulau keburukan dan pulau kebaikan. Seorang jadi lebih mudah menjadi lebih baik karena sekarang ada kajian hijrah. Layaknya gojek, traveloka atau berbagai macam unicorn di Indonesia yang mampu memberikan dampak sistemik  bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Cukup satu kata yang mampu memberi dampak luar biasa, HIJRAH!

Tetapi ada satu hal yang mesti dierhatikan, hijrah ini kan ranah hati, tak bisa dimaknai dengan perubahan penampilan saja. Tentu karena ranahnya hati, maka sangat perlu diwaspadai gerak-geriknya. Hati ini kan gerak-geriknya halus, lembut seringkali tak terlihat. Dalam sebuah hadist yang mahsyur Rasulullah pernah bersabda :

“Setiap amalan itu ditentukan oleh niatnya. Dan seseorang (akan diberikan ganjaran ) sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah untuk dunia yang diinginkannya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya sesuai dengan yang dia niatkan”

Hijrah sebagaimana taubat, tawakal dan berbagai hal sejenisnya dalam pemahaman yang sedikit njelimet adalah wilayah atau zona kekuasaan hati. Untuk itu perlu sekali diwaspadai dengan hati-hati. Jangan sampai meriahnya hijrah ini menjadi salah juntrungnya kalau pada akhirnya, tanpa disadari mengarah ke hal yang menjauhkan hati dari pemiliknya. Semisal menjadikan kita lebih konsumtif, hedon, fanatic dan sebagainya meski dalam bingkai ke-syar’i-an.

Faktanya hijrah ini seringkali juga digunakan sebagai kendaraan konsumerisme. Kalau hijrah it’s mean pakaianmu harus seperti ini, jilbabnya harus produk ini, gaya hidupnya harus mirip artis atau ustadz ini, minumnya harus air ini, ustadznya harus ini dan berbagai hal yang ujungnya pemuasan nafsu. Hijrahnya meleset dari tujuan awal. Hal tersebutlah yang menjadi bahan bakar para haters, akhirnya islam bisa diadu domba.

Hijrah, bukan suatu hal yang buruk. Bahkan sangat jauh dari sifat buruk, tetapi ketika hijrah dimaknakan dengan gaya hidup konsumtif meski di bingkai syar’I, ya tetap salah. Karena hijrah ini ranah hati, dalam hati yang dulu tertutup debu, kini kita mengikhtiarkan membersihkanya dengan niat karena Allah ta’ala dan rasul-Nya, agar menjadi makhluk yang lebih baik dari sebelumnya. Walhasil, sikap dan akhlak mencerminkan buah dari kehijrahan kita. Hijrah yang merupakan unicorn di dunia islam Indonesia ini akhirnya benar-benar mampu memberi dampak positif bagi sekeliling kita. Tak sekedar menjadi tameng bagi sifat konsumtif dan hedonism kita saja.

Comments

Popular posts from this blog

Berbuat Baik, Sebaik Mungkin

Opini kali ini, judulnya tentang berbuat baik; sebaik mungkin. Tadi malem, saya ngaji di salah satu majlis. Kata ustadznya, ada maqalah yang bilang kek gini. " Kalau kamu muliakan orang alim, sejatinya kamu sedang memuliakan dirimu sendiri".  Kemarin, saya juga ngelakuin suatu hal yang udah maksimal tapi cuma dapet apresiasi minimal dari atasan. Seringkali dalam kehidupan hal tersebut terjadi. Kita ngebelain ngelembur, kerjain mati-matian, serius melakukan yang terbaik, tapi dapet apresiasi yang minim dari orang lain. Manusiawi sih. Sangatlah wajar kalau kita udah ngelakuin suatu pekerjaan dengan maksimal dan kita juga ngarep apresiasi yang setimpal dari orang lain. Ngarep itu kan udah jadi rutinitas keseharian buat kita, kenapa? Karna kita niatnya dari awal keliru.  Saya kadang ngrengeng-ngrengeng atau membayangkan beberapa hal yang saya lakukan dulu. Dulu waktu kerja di pabrik, saya sebagai anak yang baru lulus, shock betul waktu itu. Dapet kerjaan yang modalnya

Ustadz Hanan Attaki "Walisongo Zaman Now"

Oleh : Arsa Pagi ini saya sedikit terinspirasi dan termotivasi oleh beberapa video yang digarap oleh Ustadz Hanan Attaki dengan gerakan "shift" bentukannya. Secara pribadi jujur saya menyukai apa yang dilakukan oleh Ustad dan kolegannya. Bak seorang juru taktik sepakbola, beliau sangat visioner dan paham cara merebut atau mengajak hati kawula muda untuk berhijrah. Kemasan dakwah dengan tema-tema sosial kekinian serta memanfaatkan banyak teknologi zaman sekarang membuat kajian yang dipimpinya beda dengan yang lainnya. *Ustadz Hanan Attaki Ustad Hanan Attaki ini seperti penjelmaan dari walisongo jaman dulu . Dahulu Sunan Kalijogo dan Sunan Bonang memanfaatkan media gamelan dan wayang untuk berdakwah, mengajak serta membumi islamkan nusantara. Dakwah yang terbukti moncer ini berhasil membuat nama mereka dikenang hingga sekarang dan bahkan makam-makamnya masih saja memberikan keberkahan kepada warga sekitar karena sering dikunjungi oleh penziarah dari luar daerah. 

Sebuah Pengalaman

Taukah kalian bahwa untuk menciptakan sebuah lukisan yang sempurna, enak dilihat dan sesuai harapan kalian. Maka yang harus kalian miliki adalah puluhan ataupun ratusan alat dan bahan. Kalian membutuhkan banyak sekali jenis warna yang sesuai dengan apa yang kalian harapkan, kuas dengan berbagai ukuran untuk membuat detil-detil yang meyakinkan, canvas yang masih putih untuk menuangkan berjuta ide kalian dan sedikit passion untuk melukis. Begitupun hidup. Tabula rasa. Sebuah teori mengenai bagaimana manusia berkembang sebagai seorang individu. Seorang psikolog bernama john locke mengatakan bahwa manusia lahir ke bumi tanpa membawa pengalaman mental apapun. Mereka selayaknya kertas kosong. Sejalan dengan pendapat dikalangan umat muslim bahwa bayi lahir dengan fitrahnya yang suci. Pengalaman lingkungan serta didikan orang tua lah yang membentuknya menjadi seorang individu. Dan itulah jawaban mengapa manusia begitu beragam. Kembali ke lukisan. Analogi lukisan tersebut serupa dengan kehidupa