Selepas shalat maghrib, saya membuka facebook. Mencari cari barang di market place, siapa tau ada yang jual harga miring karena efek pandemi ini. Kebiasaan ini sudah saya lakukan selama beberapa bulan terakhir. Bagi saya barang "second" masih menarik asal kita jeli dan tau akan kondisi barang tersebut. Hampir semua jenis barang. Mengapa?
Umumnya orang-orang membeli barang karena hasrat mereka, padahal belum tentu mereka benar-benar butuh saat itu atau belum tentu juga akan berfungsi selamanya. Rasa bosan dan kebutuhan yang mendesak menjadikan barang bagus bisa jadi dijual dengan harga murah. Ayah saya baru saja mendapatkan gitar dan bass elektrik dari temannya waktu sekolah secara gratis, alasannya adalah barang tersebut sudah tidak di pakai lagi.
Entah kenapa hasrat untuk membeli atau membelanjakan sesuatu selalu saja susah untuk ditolak. Meski beribu teori tentang kemanfaatan menghemat ada, namun realitanya selalu saja kita kalah dengan hasrat kita.
Bicara realita, pandemi ini membongkar banyak sekali realita kehidupan. Orang yang nampak kaya sebelum pandemi, harus berjuang memenuhi kebutuhannya. Kekayaan yang seringkali kita lihat, realitanya mampu dibalikkan sekejap saja oleh Tuhan lewat pandemi ini. Negara yang tampaknya adidaya seperti Amerika, babak belur diajar oleh pandemi juga. Warganya ketakukan dan pemerintahannya kacau balau. Seolah tak siap dengan hal ini.
Realita. Adalah keadaan nyata yang kita hadapi saat "ini". Dengan tanpa memperdulikan segala rencana masa depan, realita menjadi salah satu hal yang patut diperhitungkan dalam segala perencanaan. Kenapa? Karena rencana kita sebaik apapun, realitanya punya banyak sekali potensi untuk gagal. Plan b atau c sekarang wajib hukumnya dimiliki. Dana darurat wajib sekali dikumpulkan. Kemampuan untuk tidak bergantung pada apapun kecuali pada Tuhan juga wajib sekali dipupuk kembali.
Dunia keberserahdirian adalah keindahan yang hakiki, long lasting, abadan. Sekarang kita mengerti bahwa rencana terbaik selalu harus disertai dengan elemen keberserahdirian atau dalam Islam yakni dengan tawakal. Kualitas tawakal seseorang menjadi indikasi mutlak dari resiliensi seseorang terhadap berbagai jenis ujian atau polemik kehidupan.
Beruntung sekali menjadi muslim rasanya, di didik dan dikenalkan arti penting dari keberserahdirian ini semenjak kecil. Nilai-nilai seperti qana'ah, zuhud, tawakal, khusnudzon dan sebagainya yang seringkali kita rapal dan hafalkan di malam-malam kelas madin ternyata terasa penting di situasi seperti ini.
Comments
Post a Comment