Pagi itu suasana di Malang sedang
syahdu syahdunnya,awan tampak murung dan menjadi pertanda datangnya hujan. Aku
termenung duduk di kursi dekat jendela , memandangi langit sembari membiarkan
pikiranku berpetualang kemana saja. Salah satunnya ke perubahan sikap salah
satu temanku , Dinda namanya. Nama yang cocok sekali dengan paras serta
kepribadiannya . Akhir akhir ini Dinda bersikap aneh kepadaku, dia lebih sering
menggunakan bahasa Indonesia yang baik serta nada yang lebih rendah ketika
berbicara denganku. Padahal biasannya Dinda selalu menggunakan bahasa Jawa
dengan logat Malangnya yang khas itu . Belum lagi akhir akhir ini dia juga
bersikap lembut kepadaku dibanding ke orang lain . Yah seakan akan aku ini
istimewa baginnya.
” Hei, lagi ngapain kamu? “ sapa’an
Dinda yang membuat aku terkejut . “ Eh….engga din,engga lagi ngapa ngapain kok.
Hehe” jawabku yang agak gugup. Sesaat, sepersekian detik aku memperhatikan
wajahnya yang ayu bak bidadari seperti yang diceritakan Di Kitab Suci. Matanya
seakan seperti mutiara yang tersimpan dengan baik dan senyumnya menghancurkan
hatiku dalam diam.” Oh yaudah, jangan ngelamun lho..” balas Dinda dengan nada
yang aduhai sopan sekali . Saat dia pergi meninggalkan ku , lamunanku pun
semakin menjadi jadi . Aku pikir kali ini aku benar benar terpesona kepada
Dinda dan kupikir Dinda suka kepadaku.
Sudah dua jam lebih pelajaran didalam
kelasku kosong dan tak terasa sudah waktunnya pulang. Ketika aku beranjak
ketempat parkir sepedaku secara tidak
sengaja aku melihat Dinda jalan dengan salah satu teman lelaki kelas kami ,
namanya Gilang . Mereka terlihat mesra sekali,tangan mereka bergandengan dan
sesekali si Gilang membelai rambut Dinda yang hitam dan panjang itu. Dan
seketika remuk redam hati ini,seperti kota Hiroshima yang sedang dijatuhi bom
atom oleh pihak sekutu, dan aku dihancurkan oleh ilusi terbaik ciptaan akal ku
sendiri.
Comments
Post a Comment