Skip to main content

Refleksologi 5| Menghidupkan kesederhanaan

Di suatu pagi di negara Endonesa, budi dan jarwo melaksanakan aktivitas rutinnya yaitu ngopi dan makan gorengan di warung mba Narni dan terjadi obrolan singkat

Budi : wo..kamu tau lek Amin ndak?
Jarwo : yang tukang cukur itu tho?
Budi : iyo wo,
Jarwo : kenapa emangnya bud?
Budi : aku kagum wo sama beliau, beliau itu wo dari aku smp sampe aku jadi pengangguran masih aja istiqomah jadi tukang cukur
Jarwo : iya bud, keliatan dari wajahnya . Teduh gitu ,bahasa jawane nriman
Budi  : apalagi ibadahnya rajin banget wo..lima waktu bisa ke mesjid terus. Aku yang nganggur malah ndak bisa wo. Hahaha
Jarwo : hahaha...kamu ini yo ndak mungkin bisa bud nyaingi lek amin
Budi  : kok bisa wo?
Jarwo : lek amin itu punya sikap yang ndak kamu punya. Beliau itu nrimo ing pandume gusti,istiqomah sampai titik darah penghabisan dan nguripi kesederhanaan kanjeng Rasul bud...gitu
Budi  : Wah, kakean tape arek iki...
Jarwo : rupamu bud,bud...
Budi  : lha neg aku punya sifat opo wo
Jarwo : pengarepan tiada batas....
Budi : oooo..tak sawat rupamu sisan koe
Jarwo : hahahaha...siji meneh bud.
Budi :  opo meneh?
Jarwo : tik tik su
Budi : opo kui?
Jarwo : sithik sithik nesuuuu.....hahaha.

Kemudian Jarwo dengan sigapnya kabur meninggalkan budi yang masih di warung mba Narni. Dan obrolan itupun disudahi dengan akhir yang menyedihkan untuk Budi.

Comments

Popular posts from this blog

Berbuat Baik, Sebaik Mungkin

Opini kali ini, judulnya tentang berbuat baik; sebaik mungkin. Tadi malem, saya ngaji di salah satu majlis. Kata ustadznya, ada maqalah yang bilang kek gini. " Kalau kamu muliakan orang alim, sejatinya kamu sedang memuliakan dirimu sendiri".  Kemarin, saya juga ngelakuin suatu hal yang udah maksimal tapi cuma dapet apresiasi minimal dari atasan. Seringkali dalam kehidupan hal tersebut terjadi. Kita ngebelain ngelembur, kerjain mati-matian, serius melakukan yang terbaik, tapi dapet apresiasi yang minim dari orang lain. Manusiawi sih. Sangatlah wajar kalau kita udah ngelakuin suatu pekerjaan dengan maksimal dan kita juga ngarep apresiasi yang setimpal dari orang lain. Ngarep itu kan udah jadi rutinitas keseharian buat kita, kenapa? Karna kita niatnya dari awal keliru.  Saya kadang ngrengeng-ngrengeng atau membayangkan beberapa hal yang saya lakukan dulu. Dulu waktu kerja di pabrik, saya sebagai anak yang baru lulus, shock betul waktu itu. Dapet kerjaan yang modalnya

Ustadz Hanan Attaki "Walisongo Zaman Now"

Oleh : Arsa Pagi ini saya sedikit terinspirasi dan termotivasi oleh beberapa video yang digarap oleh Ustadz Hanan Attaki dengan gerakan "shift" bentukannya. Secara pribadi jujur saya menyukai apa yang dilakukan oleh Ustad dan kolegannya. Bak seorang juru taktik sepakbola, beliau sangat visioner dan paham cara merebut atau mengajak hati kawula muda untuk berhijrah. Kemasan dakwah dengan tema-tema sosial kekinian serta memanfaatkan banyak teknologi zaman sekarang membuat kajian yang dipimpinya beda dengan yang lainnya. *Ustadz Hanan Attaki Ustad Hanan Attaki ini seperti penjelmaan dari walisongo jaman dulu . Dahulu Sunan Kalijogo dan Sunan Bonang memanfaatkan media gamelan dan wayang untuk berdakwah, mengajak serta membumi islamkan nusantara. Dakwah yang terbukti moncer ini berhasil membuat nama mereka dikenang hingga sekarang dan bahkan makam-makamnya masih saja memberikan keberkahan kepada warga sekitar karena sering dikunjungi oleh penziarah dari luar daerah. 

Sebuah Pengalaman

Taukah kalian bahwa untuk menciptakan sebuah lukisan yang sempurna, enak dilihat dan sesuai harapan kalian. Maka yang harus kalian miliki adalah puluhan ataupun ratusan alat dan bahan. Kalian membutuhkan banyak sekali jenis warna yang sesuai dengan apa yang kalian harapkan, kuas dengan berbagai ukuran untuk membuat detil-detil yang meyakinkan, canvas yang masih putih untuk menuangkan berjuta ide kalian dan sedikit passion untuk melukis. Begitupun hidup. Tabula rasa. Sebuah teori mengenai bagaimana manusia berkembang sebagai seorang individu. Seorang psikolog bernama john locke mengatakan bahwa manusia lahir ke bumi tanpa membawa pengalaman mental apapun. Mereka selayaknya kertas kosong. Sejalan dengan pendapat dikalangan umat muslim bahwa bayi lahir dengan fitrahnya yang suci. Pengalaman lingkungan serta didikan orang tua lah yang membentuknya menjadi seorang individu. Dan itulah jawaban mengapa manusia begitu beragam. Kembali ke lukisan. Analogi lukisan tersebut serupa dengan kehidupa