Dalam sebuah kelas perkuliahan di fakultas psikologi waktu itu kami sedang membahas satu tokoh psikologi yang berasal dari Perancis. Negerinya Zidane, sang pesepakbola sukses pada masanya. Tentunya kita juga ingat kejadian fenomenal di final piala dunia tahun 2006 di Jerman kala itu. Tapi kali ini yang akan saya ceritakan adalah seorang tokoh psikologi yang bernama Jean Piaget ( baca : Jean Piase). Beliau memiliki sudut pandang yang berbeda dalam melihat anak-anak.
Menurut Piaget, anak-anak mempunyai dunia mereka sendiri. Anak-anak membangun konsepnya mengenai dunia melalui pengalaman-pengalaman mereka. Dunia yang menjenuhkan dihadapan manusia dewasa hari ini, bisa jadi berbeda 180 derajat dibanding dunia yang dilihat melalui sepasang mata anak-anak.
Saya pernah membaca suatu novel filsafat yang dalam salah satu penggalan dialognya mengatakan bahwa Tuhan lebih menyukai anak-anak ketimbang orang dewasa. Karena bagi anak-anak dunia selalu baru, sama persis barunya saat Tuhan selesai menciptakan dunia di hari ke 6. Menurut saya sebagai penikmat novel tersebut, dunia memang seharusnya terkadang harus dilihat dari sepasang mata anak-anak. Mata yang bersih dari pengalaman-pengalaman buruk, pemahaman-pemahaman merusak dan cenderung menghancurkan eksistensi diri.
Pun juga melalui sepasang mata mereka, dunia selalu menyenangkan, tak ada rasa putus asa ketika mengalami sebuah kegagalan. Tak seperti manusia dewasa hari ini yang mudah kecewa terhadap suatu hal. Anak-anak selalu nampak menjengkelkan bagi manusia dewasa hari ini, hiperaktif, suka memasukan barang apapun kemulutnya, memegang sesuatu dengan sangat kuat dan sebagainya.
Sepasang mata yang indah tersebut selalu menyenangkan untuk dipandang. Mereka selalu punya hal baru untuk dilakukan tanpa takut gagal. Terkadang saya merindui mata tersebut, meski mata tersebut sejatinya masih saya gunakan hingga saat ini. Namun sudut pandang atau sudut pemikiran mereka sudah sering saya abaikan. Padahal seharusnya untuk beberapa kasus tertentu seperti mengerjar impian atau mencari ilmu. Sudut pandang atau sepasang mata mereka jauh lebih bermanfaat dan berguna untuk menggapai hal-hal tersebut.
Jadi ketika kalian merasa terpuruk dan melihat dunia ini isinya hanya keruwetan yang berulang - ulang. Ingatlah bahwa dahulu kalian punya sepasang mata yang menyenangkan untuk melihat dunia ini.
Arsa.
Comments
Post a Comment