Ini mungkin bakalan jadi tulisan yang berseries karena ditulis berdasarkan pengalaman yang nyata sedang saya alami. Dan rubrik atau topiknya bakalan ngalor ngidul. Jadi harap bersabar. Tapi pasti kalian dapet manfaat atau insight baru.
Ngampus. Perkara yang tabu bagi saya untuk membicarakannya. Karena ngampus sebelumnya jadi kegiatan yang "dijauhi" dalam kehidupan saya. Kenapa? Nda tau, semacam punya rasa inferioritas terhadap orang-orang yang berhasil kuliah. Tadinya saya termasuk orang yang "mengutuk" (hilih) maksud saya jadi semacam suporter kaum yang membenci sistem pendidikan modern. Seperti kalian tau pendidikan kita ini kan katanya berasal dari revolusi industri di perancis sana.
Ya, sekolah kita adalah penyedia pasokan tenaga yang akan menjamin keberlangsungan sebuah industri. Paling mudahnya, sekolah kita ini untuk jadi karyawan. Masih sedikit sekolah yang mendidik seseorang untuk jadi pengusaha, ya karena pengusaha itu ladang ketidakpastian. Dan kebiasaan yang diwariskan kepada kita adalah menyukai kepastian. Meski terkadang kepastian itu menyulitkan.
Tapi neg saya cerna, sejatinya nenek moyang kita ini pengagum ketidakpastian. Profesi mereka pelaut dan petani, mereka pasrahkan diri dengan kehendak Ilahi, penting berjuang masalah hasil urusan belakang. Sayangnya sistem pendidikan kita menjadikan segala sesuatu harus pasti. Macam matematika. 1+1 harus 2.
Yah itulah sedikit kisah mengenai kuliyah yang saya pahami sekarang, meski sejatinya kuliah punya potensi besar menciptakan perubahan yang besar di dunia. Bukan hanya kuliah, namun semua majelis ilmu. Everything. Dan kuliah bagi saya sekarang seharusnya menjadi salah satu majelis keilmuan yang senantiasa diramaikan dan didoakan oleh para malaikat yang berdatangan ke majelis tersebut. Meski syarat dan ketentuan tetap berlaku.
Arsa (april 2018)
Comments
Post a Comment