Skip to main content

Rindu Allah Takkan Meninggalkanmu. (2)

Alkisah ada seorang syekh, beliau bernama Nassaj al Bukhari. Sang syekh adalah seorang ahli agama yang agung. Meskipun sang syekh ini buta aksara, banyak sekali orang yang ingin mendengar tafsir Al Quran dan hadis-hadis Nabi SAW dari lisannya. Beliau mampu menjelaskan keadaan Rasulullah saat menyampaikan hadist tersebut dengan detil.

Suatu hari seorang Alawi (keturunan Sayyidina Ali ibn Abi Thalib) memuji seorang hakim di depan sang syekh. Sang alawi mengungkapkan bahwasanya di dunia ini tak ada hakim yang seperti hakim tersebut, hakim itu tak pernah mau menerima suap sepeserpun. Hakim tersebut adil dan tak pernah mementingkan suatu golongan. Semua benar-benar dilakukan karena Allah.

Sang syekh menimpali perkataan sang Alawi tersebut. " kau seorang Alawi, keturunan al Musthafa Rasulullah SAW. Kau memuji dan menyanjung hakim tersebut dengan berkata bahwa dia adil dan tak menerima suap. Padahal perkataanmu adalah suap baginya. Apalagi suap yang lebih baik dari pujian seorang Alawi kepadanya?"

Suap atau apapun sejenisnya tak pernah melulu berbentuk barang atau nominal tertentu. Terkadang kita tertipu dengan suap berupa pujian yang membuat niat kita berubah dalam melakukan suatu perkara. Yang tadinya kita melakukan karena Allah, lantas karena "suap" tersebut niat kita bergeser. Meski mungkin sedikit saja, jelas nilanya berubah dihadapan Allah.

Comments

Popular posts from this blog

Berbuat Baik, Sebaik Mungkin

Opini kali ini, judulnya tentang berbuat baik; sebaik mungkin. Tadi malem, saya ngaji di salah satu majlis. Kata ustadznya, ada maqalah yang bilang kek gini. " Kalau kamu muliakan orang alim, sejatinya kamu sedang memuliakan dirimu sendiri".  Kemarin, saya juga ngelakuin suatu hal yang udah maksimal tapi cuma dapet apresiasi minimal dari atasan. Seringkali dalam kehidupan hal tersebut terjadi. Kita ngebelain ngelembur, kerjain mati-matian, serius melakukan yang terbaik, tapi dapet apresiasi yang minim dari orang lain. Manusiawi sih. Sangatlah wajar kalau kita udah ngelakuin suatu pekerjaan dengan maksimal dan kita juga ngarep apresiasi yang setimpal dari orang lain. Ngarep itu kan udah jadi rutinitas keseharian buat kita, kenapa? Karna kita niatnya dari awal keliru.  Saya kadang ngrengeng-ngrengeng atau membayangkan beberapa hal yang saya lakukan dulu. Dulu waktu kerja di pabrik, saya sebagai anak yang baru lulus, shock betul waktu itu. Dapet kerjaan yang modalnya

Ustadz Hanan Attaki "Walisongo Zaman Now"

Oleh : Arsa Pagi ini saya sedikit terinspirasi dan termotivasi oleh beberapa video yang digarap oleh Ustadz Hanan Attaki dengan gerakan "shift" bentukannya. Secara pribadi jujur saya menyukai apa yang dilakukan oleh Ustad dan kolegannya. Bak seorang juru taktik sepakbola, beliau sangat visioner dan paham cara merebut atau mengajak hati kawula muda untuk berhijrah. Kemasan dakwah dengan tema-tema sosial kekinian serta memanfaatkan banyak teknologi zaman sekarang membuat kajian yang dipimpinya beda dengan yang lainnya. *Ustadz Hanan Attaki Ustad Hanan Attaki ini seperti penjelmaan dari walisongo jaman dulu . Dahulu Sunan Kalijogo dan Sunan Bonang memanfaatkan media gamelan dan wayang untuk berdakwah, mengajak serta membumi islamkan nusantara. Dakwah yang terbukti moncer ini berhasil membuat nama mereka dikenang hingga sekarang dan bahkan makam-makamnya masih saja memberikan keberkahan kepada warga sekitar karena sering dikunjungi oleh penziarah dari luar daerah. 

Sebuah Pengalaman

Taukah kalian bahwa untuk menciptakan sebuah lukisan yang sempurna, enak dilihat dan sesuai harapan kalian. Maka yang harus kalian miliki adalah puluhan ataupun ratusan alat dan bahan. Kalian membutuhkan banyak sekali jenis warna yang sesuai dengan apa yang kalian harapkan, kuas dengan berbagai ukuran untuk membuat detil-detil yang meyakinkan, canvas yang masih putih untuk menuangkan berjuta ide kalian dan sedikit passion untuk melukis. Begitupun hidup. Tabula rasa. Sebuah teori mengenai bagaimana manusia berkembang sebagai seorang individu. Seorang psikolog bernama john locke mengatakan bahwa manusia lahir ke bumi tanpa membawa pengalaman mental apapun. Mereka selayaknya kertas kosong. Sejalan dengan pendapat dikalangan umat muslim bahwa bayi lahir dengan fitrahnya yang suci. Pengalaman lingkungan serta didikan orang tua lah yang membentuknya menjadi seorang individu. Dan itulah jawaban mengapa manusia begitu beragam. Kembali ke lukisan. Analogi lukisan tersebut serupa dengan kehidupa