Skip to main content

Mengapa menghargai orang lain itu penting?



Di belahan bumi manapun, orang-orang akan selalu benci atau merasa tidak nyaman ketika merasa tidak dihargai.

Pekan lalu, saya merasa sangat tidak dihargai oleh beberapa orang. Dalam sebuah forum, saya ditunjuk sebagai ketua panitia sebuah acara. Selayaknya ketua di beberapa textbook berarti saya bertugas untuk memimpin rekan-rekan panitia untuk menyukseskan sebuah acara sekaligus bertanggung jawab terhadap kelancaran sebuah acara.

Namun, beberapa hari setelah saya dipilih, mulai terjadi banyak hal yang tak wajar. Posisi saya seolah dihilangkan. Entah karena ketidakpahaman dalam berorganisasi yang dimiliki kawan-kawan saya atau ketidakmampuan kawan-kawan saya untuk “memanusiakan manusia”.

Beberapa tugas berjalan tanpa persetujuan dan sepengetahuan saya. Awalnya saya membiarkan, karena saya cukup nyaman dan merasa bahwa saya tak perlu terlalu ambil pusing dengan hal tersebut. Akan tetapi, klimaksnya terjadi saat h-1 acara tiba. Beberapa rencana yang sudah didesain dan dirapatkan sedemikian rupa, seolah diambil komandonya oleh orang-orang yang merasa jauh lebih pantas memimpin. Entah karena kesengajaan atau ketidaksengajaan. Karena saya merasa sudah cukup muak, maka saya putuskan untuk nyepi untuk beberapa waktu, sembari menenangkan diri.

Mungkin ada sebagian pembaca yang beranggapan hal tersebut adalah lumrah terjadi di masyarakat kita, sebuah fenomena “terlalu banyak pemimpin”, kalau di sepakbola ibaratnya terlalu banyak striker. Namun bagi saya menghargai adalah hal prinsipil dalam kehidupan. Dimanapun. Kapanpun.

Kenapa? Karena kita hidup bebearengan dalam sebuah bola berputar yang luas ini. Tanpa ada rasa menghargai antara satu dengan yang lainnya niscaya akan banyak kejadian yang tidak kita inginkan.
Perbedaan akan selalu ada di dunia ini, karena sebuah ungkapan yang cukup klise namun benar bahwasanya “ perbedaan adalah rahmat”. Namun apa jadinya perbedaan tanpa kemampuan untuk menghargai satu dengan yang lainnya. Tak ada “rahmat” yang bisa diwujudkan tanpa adanya komponen “saling menghargai” dalam bermacam aspek.

Singkat cerita, saya hanya ingin mengungkapkan bahwa sekecil apapun perbuatan yang dilakukan oleh orang lain kepada diri anda yang memiliki dampak positif terhadap diri anda, hargailah. Karena anda tak pernah tau seberapa besar usaha mereka untuk melakukan hal yang menurut anda “kecil” tersebut.

Dalam sebuah pesan yang dikirimkan dosen saya ke teman-teman saya yang akan melaksanakan ujian skripsi, beliau berkata :

Selamat pagi teman2, hari ini saya belajar bahwa seringkali keputusan kita, dalam bentuk tindakan dan kata2 dapat secara hebat mengakibatkan kesedihan atau masalah bagi kehidupan orang lain”

Yuk kita mulai dari aspek terkecil dalam kehidupan yakni diri kita sendiri.


Comments

Popular posts from this blog

Berbuat Baik, Sebaik Mungkin

Opini kali ini, judulnya tentang berbuat baik; sebaik mungkin. Tadi malem, saya ngaji di salah satu majlis. Kata ustadznya, ada maqalah yang bilang kek gini. " Kalau kamu muliakan orang alim, sejatinya kamu sedang memuliakan dirimu sendiri".  Kemarin, saya juga ngelakuin suatu hal yang udah maksimal tapi cuma dapet apresiasi minimal dari atasan. Seringkali dalam kehidupan hal tersebut terjadi. Kita ngebelain ngelembur, kerjain mati-matian, serius melakukan yang terbaik, tapi dapet apresiasi yang minim dari orang lain. Manusiawi sih. Sangatlah wajar kalau kita udah ngelakuin suatu pekerjaan dengan maksimal dan kita juga ngarep apresiasi yang setimpal dari orang lain. Ngarep itu kan udah jadi rutinitas keseharian buat kita, kenapa? Karna kita niatnya dari awal keliru.  Saya kadang ngrengeng-ngrengeng atau membayangkan beberapa hal yang saya lakukan dulu. Dulu waktu kerja di pabrik, saya sebagai anak yang baru lulus, shock betul waktu itu. Dapet kerjaan yang modalnya

Ustadz Hanan Attaki "Walisongo Zaman Now"

Oleh : Arsa Pagi ini saya sedikit terinspirasi dan termotivasi oleh beberapa video yang digarap oleh Ustadz Hanan Attaki dengan gerakan "shift" bentukannya. Secara pribadi jujur saya menyukai apa yang dilakukan oleh Ustad dan kolegannya. Bak seorang juru taktik sepakbola, beliau sangat visioner dan paham cara merebut atau mengajak hati kawula muda untuk berhijrah. Kemasan dakwah dengan tema-tema sosial kekinian serta memanfaatkan banyak teknologi zaman sekarang membuat kajian yang dipimpinya beda dengan yang lainnya. *Ustadz Hanan Attaki Ustad Hanan Attaki ini seperti penjelmaan dari walisongo jaman dulu . Dahulu Sunan Kalijogo dan Sunan Bonang memanfaatkan media gamelan dan wayang untuk berdakwah, mengajak serta membumi islamkan nusantara. Dakwah yang terbukti moncer ini berhasil membuat nama mereka dikenang hingga sekarang dan bahkan makam-makamnya masih saja memberikan keberkahan kepada warga sekitar karena sering dikunjungi oleh penziarah dari luar daerah. 

Sebuah Pengalaman

Taukah kalian bahwa untuk menciptakan sebuah lukisan yang sempurna, enak dilihat dan sesuai harapan kalian. Maka yang harus kalian miliki adalah puluhan ataupun ratusan alat dan bahan. Kalian membutuhkan banyak sekali jenis warna yang sesuai dengan apa yang kalian harapkan, kuas dengan berbagai ukuran untuk membuat detil-detil yang meyakinkan, canvas yang masih putih untuk menuangkan berjuta ide kalian dan sedikit passion untuk melukis. Begitupun hidup. Tabula rasa. Sebuah teori mengenai bagaimana manusia berkembang sebagai seorang individu. Seorang psikolog bernama john locke mengatakan bahwa manusia lahir ke bumi tanpa membawa pengalaman mental apapun. Mereka selayaknya kertas kosong. Sejalan dengan pendapat dikalangan umat muslim bahwa bayi lahir dengan fitrahnya yang suci. Pengalaman lingkungan serta didikan orang tua lah yang membentuknya menjadi seorang individu. Dan itulah jawaban mengapa manusia begitu beragam. Kembali ke lukisan. Analogi lukisan tersebut serupa dengan kehidupa