Skip to main content

Menjelang Maghrib


Saya sampai di depan rumahnya, sekitar lima menit menjelang adzan maghrib. Buku yang saya pinjam rencananya akan saya kembalikan karena dia sudah memintanya. Saya nyalakan hp dan mulai menghubunginya dan mengatakan kalau saya sudah di depan. Rumahnya tertutup rapat, hingga saya harus melakukannya. 10 menit berselang dia menjawab pesan saya dan membukakan pintu.

Saya pun masuk ke rumahnya. Bersua dengan gadis dewasa yang tampak lusuh sehabis memasak. Sederhana. Itu kesan saya ketika melihat parasnya. Ia mengenakan jilbab dan celana jeans terusan ke baju. Entah apa sebutannya. Pakaian wanita memang selalu rumit. Saya duduk dan menyerahkan buku itu, sebuah novel karangan seorang “ning” dari pondok pesantren daerah Magelang.

Ia masuk kedalam mempersiapkan sesuatu, meminta saya untuk menunggu sejenak. Sembari menunggu mata saya menjelajah isi ruang tamu rumahnya. Tak banyak yang bisa dilihat, hanya beberapa lukisan kota Mekkah dan sisanya dinding warna orange.

Ia keluar dengan segelas minuman berwarna merah. Bukan sirup. Minuman hangat, saya ingat waktu itu masa pagebluk. Daerah tempat tinggal kami sedang dihantui pagebluk yang belum usai. Kata dia minuman itu jamu. Dia suka membuatnya, konon ibunya yang mengajarkan ke dia. Warna merah itu hasil dari kayu manis yang direbus bersama air dan juga remoah lainnya. Ia menyajikan minuman itu tidak panas sehingga saya tak kesulitan untuk segera meminumnya.

Sembari meminum, ia bercerita tentang kisah kasihnya dengan oria yang tak direstui oleh kedua orang tuanya. Panjang lebar dia bercerita, sampai habis minuman yang disediakan untuk saya. Di akhir cerita dia tersenyum ke saya dan berkata bahwasanya kita tidak pernah tau apa yang benar dalam hidup ini. Apa yang orang tuanya lakukan ke dia atau apa yang dia lakukan terhadap orang tuannya.

Sejenak, saya merenungi ucapannya. Tersenyum, dan memutuskan untuk pamit karena saya harus shalat maghrib.

Comments

Popular posts from this blog

Berbuat Baik, Sebaik Mungkin

Opini kali ini, judulnya tentang berbuat baik; sebaik mungkin. Tadi malem, saya ngaji di salah satu majlis. Kata ustadznya, ada maqalah yang bilang kek gini. " Kalau kamu muliakan orang alim, sejatinya kamu sedang memuliakan dirimu sendiri".  Kemarin, saya juga ngelakuin suatu hal yang udah maksimal tapi cuma dapet apresiasi minimal dari atasan. Seringkali dalam kehidupan hal tersebut terjadi. Kita ngebelain ngelembur, kerjain mati-matian, serius melakukan yang terbaik, tapi dapet apresiasi yang minim dari orang lain. Manusiawi sih. Sangatlah wajar kalau kita udah ngelakuin suatu pekerjaan dengan maksimal dan kita juga ngarep apresiasi yang setimpal dari orang lain. Ngarep itu kan udah jadi rutinitas keseharian buat kita, kenapa? Karna kita niatnya dari awal keliru.  Saya kadang ngrengeng-ngrengeng atau membayangkan beberapa hal yang saya lakukan dulu. Dulu waktu kerja di pabrik, saya sebagai anak yang baru lulus, shock betul waktu itu. Dapet kerjaan yang modalnya

Ustadz Hanan Attaki "Walisongo Zaman Now"

Oleh : Arsa Pagi ini saya sedikit terinspirasi dan termotivasi oleh beberapa video yang digarap oleh Ustadz Hanan Attaki dengan gerakan "shift" bentukannya. Secara pribadi jujur saya menyukai apa yang dilakukan oleh Ustad dan kolegannya. Bak seorang juru taktik sepakbola, beliau sangat visioner dan paham cara merebut atau mengajak hati kawula muda untuk berhijrah. Kemasan dakwah dengan tema-tema sosial kekinian serta memanfaatkan banyak teknologi zaman sekarang membuat kajian yang dipimpinya beda dengan yang lainnya. *Ustadz Hanan Attaki Ustad Hanan Attaki ini seperti penjelmaan dari walisongo jaman dulu . Dahulu Sunan Kalijogo dan Sunan Bonang memanfaatkan media gamelan dan wayang untuk berdakwah, mengajak serta membumi islamkan nusantara. Dakwah yang terbukti moncer ini berhasil membuat nama mereka dikenang hingga sekarang dan bahkan makam-makamnya masih saja memberikan keberkahan kepada warga sekitar karena sering dikunjungi oleh penziarah dari luar daerah. 

Sebuah Pengalaman

Taukah kalian bahwa untuk menciptakan sebuah lukisan yang sempurna, enak dilihat dan sesuai harapan kalian. Maka yang harus kalian miliki adalah puluhan ataupun ratusan alat dan bahan. Kalian membutuhkan banyak sekali jenis warna yang sesuai dengan apa yang kalian harapkan, kuas dengan berbagai ukuran untuk membuat detil-detil yang meyakinkan, canvas yang masih putih untuk menuangkan berjuta ide kalian dan sedikit passion untuk melukis. Begitupun hidup. Tabula rasa. Sebuah teori mengenai bagaimana manusia berkembang sebagai seorang individu. Seorang psikolog bernama john locke mengatakan bahwa manusia lahir ke bumi tanpa membawa pengalaman mental apapun. Mereka selayaknya kertas kosong. Sejalan dengan pendapat dikalangan umat muslim bahwa bayi lahir dengan fitrahnya yang suci. Pengalaman lingkungan serta didikan orang tua lah yang membentuknya menjadi seorang individu. Dan itulah jawaban mengapa manusia begitu beragam. Kembali ke lukisan. Analogi lukisan tersebut serupa dengan kehidupa