Skip to main content

Menjadi Sarjana

Seminggu ini saya cukup sebal, hati saya agak risih dan tidak enak rasanya. Setelah saya telisik lebih dalam ternyata penyebabnya adalah story wa teman-teman yang satu persatu sudah menyelesaikan sidang akhir skripsinya. 

Selamat ya, congrats guys... Alalaah cok.

Saya tau idealnya saya harus ikut bahagia dengan kesuksesan teman saya menempuh sidang akhir tapi apa mau dikata ternyata saya manusia biasa yang jauh dari paripurna. Sifat-sifat iri sakit hati perlahan menjalar ke seluruh tubuh karena ada triggernya. Bukan main, saya tau lulus adalah salah satu pencapaian dalam hidup yang sepertinya kudu di syiarkan. setelah perjuangan panjang, menghadapi dosen dengan berbagai karakter. Mulai dari yang gemar sekali ghosting hingga yang rigidnya minta ampun perihal bimbingan skripsi, ya. Semua patut dirayakan.

Tak perlu anda memikirkan hati orang-orang yang dengki karena belum bisa selevel dengan anda, itu urusan mereka sendiri, lagian toh ini status anda sendiri, kalau rekan anda yang dengki tak suka, mereka bisa menyembunyikan status anda dengan mudah, karena pilihan itu ada. Pokoknya kelulusan harus di-syiarkan, semua tetangga, rekan, keluarga, abang somay, bakul gorengan kalau perlu pelatih timans Indonesia juga harus tahu kalau anda lulus. Ya, jangan perdulikan orang-orang yang dengki seperti saya. Anda tidak sedang pamer, sedang syiar agar rekan anda juga ikut termotivasi meskipun sepertinya rekan anda tak mungkin menyamai level anda. Beri support ke mereka meski itu percuma kalau mereka malas, berikan saja sebagai pertanda kalau anda perduli, meski cuma gimmick. Tidak apa.

Sekali lagi, selamat anda sekarang seorang Sarjana yang pasti sudah bijak.

Comments

Popular posts from this blog

Berbuat Baik, Sebaik Mungkin

Opini kali ini, judulnya tentang berbuat baik; sebaik mungkin. Tadi malem, saya ngaji di salah satu majlis. Kata ustadznya, ada maqalah yang bilang kek gini. " Kalau kamu muliakan orang alim, sejatinya kamu sedang memuliakan dirimu sendiri".  Kemarin, saya juga ngelakuin suatu hal yang udah maksimal tapi cuma dapet apresiasi minimal dari atasan. Seringkali dalam kehidupan hal tersebut terjadi. Kita ngebelain ngelembur, kerjain mati-matian, serius melakukan yang terbaik, tapi dapet apresiasi yang minim dari orang lain. Manusiawi sih. Sangatlah wajar kalau kita udah ngelakuin suatu pekerjaan dengan maksimal dan kita juga ngarep apresiasi yang setimpal dari orang lain. Ngarep itu kan udah jadi rutinitas keseharian buat kita, kenapa? Karna kita niatnya dari awal keliru.  Saya kadang ngrengeng-ngrengeng atau membayangkan beberapa hal yang saya lakukan dulu. Dulu waktu kerja di pabrik, saya sebagai anak yang baru lulus, shock betul waktu itu. Dapet kerjaan yang modalnya...

Mereka terhebat

Assalamuallaikum Hay bro... Gimana kabarnya, sehat kan? Kali ini sy mau bahas tentang " teman".. Yap makhluk yg sering kita repotin atau mungkin sebaliknya ( hehehe). Kalian pasti punya kan? Teman adalah seseorang yg ngga akan mampu didefinisikan dengan apapun.mereka adalah spesies terbaik dalam hidup kita dan mereka juga sangat berpengaruh bagi kehidupan sosial kita.Tiap tiap dari mereka memiliki karakter yg berbeda beda yang mampu memberi warna untuk lukisan kehidupan kita. Teman itu adalah sekumpulan manusia yg tak akan pernah mengkhianati kalian dalam kondisi apapun, mereka itu always listening and understanding .Mereka selalu paham dengan kita, seburuk apapun kita. Jadi jangan sia siakan mereka demi apapun, karena jika kalian lakukan itu maka akan ada penyesalan di akhir cerita hidup kalian.. Sayangi mereka dan peluk mereka dengan doa doa di sepertiga malam kalian. Mereka adalah spesies terhebat yang biasa kalian panggil " teman" Ok, tengkyu Wass...

My Quarter Life Crisis

Semenjak pulang dari perantauan saya selalu merasa ada yang kosong dalam hidup saya. Saya seolah tak menemukan kebermaknaan dalam menjalani kehidupan. Hanya menjalani hidup base on what most people do . Meskipun pada akhirnya mulai timbul berbagai pertanyaan yang belum ada jawabnya di otak. Seperti “ mau jadi apa kamu, mau kemana sih jalan hidupmu, mau kapan nikah, dsb”. Setiap pertanyaan muncul rutin satu per satu dalam setiap jamnya. Seolah setiap pertanyaan tersebut jawabnya “ aku ngga tau “. Selang beberapa waktu setelah merantau akhirnya saya berdiskusi dengan diri sendiri. Singkat cerita salah satu keputusan yang saya ambil adalah kembali ke bangku belajar di usia 22 tahun. Surely, itu menurut saya telat meskipun saya ngga menyesali apa yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Bagi saya saat itu, ternyata waktu kita emang singkat dan ngga mungkin mengerjakan semua hal besar dalam satu waktu. Semua hal besar harus dikerjakan s-a-t-u p-e-r-s-a-t-u. Akhirnya saya ambil jurus...